DiksinasiNews.co.id, JAKARTA – Mikaela Astari Oen atau yang biasa disapa Mikaela Oen telah akrab dengan dunia kesehatan sejak masih belia. Wajar saja, dia merupakan salah satu anggota trah Kalbe Group. Ayahnya, Rustiyan Oen, adalah Presiden Direktur RS Mitra Keluarga, yang juga keponakan dr. Boenjamin Setiawan, pendiri Kalbe Group.
Karena itulah, tidak jarang Mikaela Oen mengikuti keseharian ayahnya bekerja di rumah sakit. Sebab itu, suasana rumah sakit dengan segala aktivitas di dalamnya, tak asing baginya sejak kecil.
Baca juga :
5 Resep Diet Sehat yang gak Bikin Sengsara, Bisa Turun 10Kg Lho
Meskipun mengenal dunia kesehatan sejak dini, saat dewasa Mikaela punya ketertarikan di bidang lain: teknologi digital. Tak ingin main-main, perempuan kelahiran 1994 ini kemudian mengambil pendidikan cognitive science dengan spesialisasi human computer interaction di UC San Diego, Amerika Serikat. Keahlian ini sempat mengantarkannya berkarier di sejumlah perusahaan di bidang terkait, antara lain Delloitte Digital dan Gojek.
Mengutip dari SWA Magazine, jalan Mikaela Oen bergeser pada tahun tahun 2017. Dia bergabung ke grup bisnis keluarga, Kalbe Farma. Mikaela bekerja di lini distributor logistik dan terlibat juga dalam customer experience untuk pengembangan produk dan servis, termasuk pada layanan digital. Di sini, dia belajar banyak tentang medical devices, pharmaceutical drugs, dan layanan kesehatan lainnya.
Seiring waktu, Mikaela semakin tertarik dengan dunia kesehatan.
“Setelah berkarier di Kalbe, saya merasa dunia kesehatan menarik juga karena memberikan dampak bagi orang banyak, dan banyak sekali yang bisa diperbaiki. Tapi, jika saya ingin terus memberikan dampak di bidang ini, saya merasa harus dibekali lebih banyak pengetahuan, terutama tentang bisnis dan manajemen,” katanya kepada SWA Magazine yang tayang pada Sabtu, (10/12/2022).
Demi melanjutkan kontribusinya itu, Mikaela meneruskan studinya ke jenjang pascasarjana di Singapore Management University. Tidak hanya menempuh pendidikan, dia juga melengkapi ilmunya dengan ikut magang di salah satu rumah sakit bereputasi di Singapura.
Sejak awal, ketertarikannya pada dunia digital ini tidak pernah ditentang orang tuanya. Mikaela mengatakan, keluarganya percaya jika ada anggota keluarga yang memiliki minat berbeda, perlu didukung karena dapat membawa sudut pandang dan peluang baru.
“Pilihan saya dari awal memang bukan industri kesehatan, tetapi lebih kepada digitalisasinya. Orang tua juga tidak mengharuskan saya untuk menekuni sektor kesehatan,” tuturnya.
Benar saja, pengalaman lintas bidang ini kemudian memantik idenya untuk menghasilkan suatu inovasi baru: layanan telemedicine. Layanan kesehatan berbasis teknologi ini meningkat permintaannya ketika pandemi Covid-19 merebak karena memungkinkan pasien melakukan konsultasi jarak jauh.
Berita seputar kesehata cek di sini
Ketika pandemi mulai melanda, Mikaela baru bergabung kembali ke Mitra Keluarga di bagian corporate marketing. Saat itu dia memperhatikan banyak orang yang takut ke rumah sakit sehingga muncul kebutuhan untuk konsultasi dari rumah dan pengiriman obat ke rumah. Di sisi lain, para dokter juga bisa terbantu dengan adanya solusi tersebut.
“Berangkat dari hal itu, saya berdiskusi dengan Ayah tentang bagaimana menghadirkan digital solution. Kami mau explor di situ karena sepertinya ada potensi, baik dari pasien maupun dokter,” katanya.
Bersama William Suryawan, temannya yang juga berpengalaman di platform medis, Mikaela merintis AlteaCare. Dipersiapkan akhir 2020, platform AlteaCare mulai beroperasi pada Maret 2021 dan resmi meluncur pada Oktober 2021. Pada tahap awal tersebut, AlteaCare digandeng oleh Kementerian Kesehatan dalam membantu fasilitas pelayanan kesehatan untuk pendaftaran vaksinasi.
Menurutnya, AlteaCare dihadirkan untuk menjadi gerbang digital bagi para pemain offline di industri kesehatan. Pihaknya membuka kerjasama dengan rumah sakit, klinik, hingga laboratorium.
“Digital bagi mereka mungkin bukan keahliannya, atau tidak bisa banyak investasi di digital. Nah, kami bisa menjadi mitra bagi mereka supaya membuka potensi dunia digital mereka,” kata CEO AlteaCare itu.
Meskipun terhitung sebagai pemain baru di ranah telemedicine, AlteaCare muncul dengan diferensiasi yang cukup kuat. Ketika platform sejenis umumnya mengandalkan fitur chat dengan dokter umum, AlteaCare menghadirkan fitur video call dan menghadirkan dokter-dokter spesialis.
“Pembeda kami adalah bisa video call dengan dokter spesialis. Masyarakat di luar Jakarta, misalnya, yang mau ke spesialis tetapi di daerahnya tidak ada, bisa konsultasi dulu di AlteaCare sehingga kami berperan sebagai penghubung dalam membantu rumah sakit mencari pasien baru,” Mikaela menjelaskan.
AlteaCare menjalin kerjasama langsung dengan manajemen rumah sakit sehingga platformnya bisa terintegrasi dengan sistem rumah sakit. Hal ini memungkinkan pasien bisa mendapatkan pelayanan yang utuh. Pasien tidak perlu lagi mengurus sendiri hal seperti tebus obat atau jadwal tindakan secara terpisah.
Untuk membangun tim yang solid, Mikaela membagi tiga divisi utama: tim medis, marketing, dan produk. Pengalaman kerja lintas bidang itu membuatnya mengerti tentang work culture yang cocok bagi perusahaannya.
Dalam mengelola karyawan yang saat ini berjumlah 50 orang, dia menerapkan sprint cycle untuk urusan proses. “Jadi, setiap dua minggu ada perkembangan pada setiap produk. Biasanya ada masukan dari divisi medis terkait business side, kemudian akan ditindaklanjuti oleh tim produk. Ini kami lakukan supaya bisa lebih cepat dan gesit,” paparnya.
Dalam kurun waktu kurang dari setahun, pengguna AlteaCare yang terdaftar telah mencapai 100 ribu, dan telah memiliki lebih dari 30 mitra di industri kesehatan. Adapun Mitra Keluarga saat ini menjadi mitra strategis. Mikaela mengatakan, walaupun AlteaCare merupakan pilot project Mitra Keluarga perihal konsultasi dan integrasi sistem, tapi saat ini entitasnya terpisah dari Mitra Keluarga.
Untuk menaklukkan tantangan ke depan, CEO AlteaCare ini menyampaikan, dalam satu sampai dua tahun ini pihaknya akan mengakuisisi mitra sebanyak mungkin, baik rumah sakit maupun mitra offline lainnya, termasuk perusahaan asuransi besar.
“Strategi kami, bermitra dengan rumah sakit. Selain itu, kami juga menjalin hubungan dengan komunitas pasien, seperti komunitas penyintas diabetes dan penyintas Covid-19,” ungkapnya.
Di luar semua strategi itu, satu hal yang akan terus dipegangnya dalam menjalankan bisnis adalah pesan dari sang ayah untuk keep it simple, live humbly, dan bekerja keras menjauhi sifat manja.
“Ayah adalah mentor bagi saya. Saya sangat menghormati pemikiran beliau, termasuk dalam mendukung saya tentang inovasi baru,” ungkap Mikaela. (*)