DiksinasiNews.co.id, TASIK-CIAMIS – Bagi anda yang sering melintas ke daerah Karangresik yang merupakan perbatasan sekaligus penghubung antara Kabupaten Ciamis dan Kota Tasikmalaya, mungkin saat di jembatan Karangresik anda tak pernah merasakan hal aneh.
Tapi ketika anda melihat ke sisi sebelah timur dari jembatan tersebut, terdapat dua buah bongkahan tembok besar ataupun tiang pancang jembatan di tengah sungai Citanduy yang deras.
Secara teritorial jembatan karangresik perbatasan Ciamis Tasik tepatnya di Dusun Sukamaju, Desa Sindangkasih Ciamis, berbatasan langsung dengan Karangresik, kelurahan Sukamanah, Kecamatan Cipedes Tasikmalaya Jawa Barat.
Ya, tembok itu bukan sekadar tembok biasa. Sisa bongkahan tembok besar atau tiang pancang dari jembatan Karangresik tersebut merupakan bangunan yang tersisa dan merupakan saksi bisu dari perjuangan bangsa Indonesia.
Sisa bangunan itu merupakan tembok dari jembatan pada zaman dulu. Selain bekas jembatan, sungai Citanduy juga menjadi saksi heroik para pejuang ketika melawan penjajah Belanda, pasca perang dunia ll telah usai, begitu juga kemerdekaan bangsa Indonesia yang sudah diraih.
Pasukan dari negeri matahari, Tentara Jepang juga telah angkat kaki dari negeri ini. Akan tetapi penjajah Belanda belum bisa move on dari Indonesia bahkan mereka berniat menduduki kembali Ibu Pertiwi.
07-08-1947
Peristiwa bersejarah itu terjadi pada awal agustus 7 Agustus tahun 1947, penguasa negeri kincir angin Belanda, melakukan agresi militer kembali terhadap Indonesia.
Wilayah priangan timur yang berusaha mereka kuasai adalah yang sekarang menjadi Kota Tasikmalaya. Demi tercapainya ambisi, upaya serangan militer pun mereka lakukan.
Sejarah ini tercatat Di buku “Galuh Dari Masa ke Masa karangan Prof. Dr Nina Herlina. Buku itu merupakan referensi sepenuhnya penulis untuk pembuatan naskah artikel ini.
“Dari Ciamis menuju kota resik”
Pasukan tentara kolonial Belanda mulai berjalan dari arah utara Kota Tasikmalaya atau dari arah Ciamis. Mungkin dalam hati para kompeni ini, sudah dirundung rasa percaya diri yang teramat tinggi bisa menduduki kota Tasikmalaya.
Beruntung rencana musuh tercium lebih dulu oleh pasukan Detasemen Kodongan Divisi Siliwangi. Alhasil bersama masyarakat Tasikmalaya dan sebagian warga Sindangkasih Ciamis, waktu itu sepakat akan menghadang pasukan Belanda di daerah Karangresik.
Pasukan tentara Siliwangi beserta masyarakat akhirnya berkumpul untuk membuat siasat. Di dekat jembatan perbatasan terdapat lereng dan bukit kecil, di sanalah mereka mulai membagi tugas. Sebagian ada yang sembunyi di balik bebatuan, bahkan ada yang sampai menyelam di sungai Citanduy dengan maksud untuk bersembunyi.
Sementara itu tentara kolonial Belanda datang dengan persenjataan lengkap, malam itu sudah memasuki Sindangkasih. Begitu mereka akan menyeberang ke jembatan Karangresik, pasukan Indonesia langsung menyerbu penjajah hingga pertempuran dengan aksi heroik dari para pahlawan bangsa ini pun terjadi. Peristiwa itu memakan banyak korban jiwa.
Sebagai upaya mencegah pasukan tentara belanda masuk ke Tasikmalaya, pasukan Indonesia akhirnya menghancurkan jembatan Karangresik dan terjadilah peristiwa pemboman yang mengakibatkan jembatan itu roboh berkeping-keping. Sehingga, yang tersisa hanyalah dua tiang pancang besar yang kini menjadi saksi dari peristiwa itu.
“Korban yang tewas dari pasukan Belanda cukup banyak,” kata Sobar, veteran asal kota Tasikmalaya kepada diksinasinews.co.id melalui pesan singkat WhatsApp Senin (29/11/2022).
Pasukan Indonesia, lanjutnya, juga banyak yang gugur kala itu. Tapi balada tentara kolonial tetap yang terbanyak menelan korban jiwa.
Selain korban jiwa, jembatan juga roboh
Pertempuran yang terjadi cukup memakan waktu lama. Ketika pasukan Indonesia sedang menunggu bantuan, ternyata diluar dugaan pasuka musuh tiba kembali di malam hari. Beruntung laskar rakyat dadi Gunungcupu Sindangkasih turun tangan untuk membantu. Belanda pun kocar-kacir dan laskar rakyat berhasil merebut persenjataan tentara belanda.
Di dalam buku Prof. Dr Nina, bala bantuan dari Belanda datang keesokan harinya. Menggunakan pesawat tempur, Belanda melakukan pengeboman di Karangresik. Kolonial memburu tentara dan rakyat, namun sudah tidak ada di Karangresik, karena telah sembunyi ke lokasi lain. Belanda akhirnya pergi, tak bisa masuk ke Kota Tasikmalaya.