DiksiNasi, Ciamis – Di tengah kekhawatiran warga menjelang Lebaran dan Idul Fitri 2024, harga beras di Indonesia mencatatkan kenaikan signifikan, mencapai Rp14.000 per kilogram untuk jenis medium dan Rp18.000 per kilogram untuk beras premium, menjadi lonjakan “tertinggi dalam sejarah”. Fenomena El-Nino, yang mengganggu pola cuaca global, banyak pihak menudingnya sebagai biang keladi, mempengaruhi siklus tanam dan panen di berbagai daerah, termasuk Ciamis.
Kepanikan Masyarakat
Pedagang pasar dan pengamat pertanian mengamati lonjakan ini dengan kecemasan, sebagaimana ratusan warga di Sumedang, Kota Bandung, Bekasi, dan Probolinggo terlihat mengantre demi beras murah dalam operasi pasar yang tersedia dari pemerintah. Beras subsidi dari Bulog memiliki harga Rp10.200 per kilogram, upaya pemerintah untuk meredam kenaikan harga.
El – Nino Sebagai Penyebab
Kepala Bidang Ketahanan Pangan Kabupaten Ciamis, Dadan Suhendar, S.Hut., menyoroti dampak El-Nino terhadap pola tanam, yang mengakibatkan mundurnya musim panen raya hingga Maret – April 2024, berpotensi menaikkan harga beras di pasar.
“Biasanya, para petani di Ciamis melakukan panen raya di bulan Februari dan Maret, namun terpaksa harus bergeser mengikuti masa tanam yang mundur,” ungkap Dadan. Rabu, (28/02/2024).
Operasi Pasar
Pemerintah Kabupaten Ciamis, melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, bertindak cepat dengan menggelar operasi pasar di berbagai daerah untuk menjaga stabilitas harga.
“Pemerintah sudah sigap dengan cara menggelar beberapa operasi pasar demi menjaga stabilisasi komoditas ini,” tambah Dadan.
Surplus Cadangan dari Panen
Meski Ciamis memiliki surplus beras dari panen sebelumnya, Dadan mengakui bahwa faktor lain turut mempengaruhi nilai jual di pasaran. Salah satu penyebabnya antara lain, lonjakan harga gabah kering yang kini mencapai 1 sampai 1,2 juta per kuintal.
Dadan menegaskan bahwa banyak faktor yang menyebabkan mahalnya komoditas ini, bukan hanya dari jumlah pasokan saja. Hal ini, menjadi dilema bagi petani yang ingin menjual gabah dengan harga tinggi. Namun di sisi lain konsumen mengeluh dengan mahalnya harga beras di pasaran.
“Sulit mencari harga beras medium di bawah 15 ribu padahal stok beras banyak di pasaran,” tutur Dadan. Hal ini, mencerminkan dilema antara harapan petani dan keluhan konsumen.
Operasi pasar, menjadi strategi pemerintah untuk menstabilkan nilai jual komoditas ini, menjelang bulan puasa dan Lebaran. Saat konsumsi beras tetap tinggi, meski waktu makan bergeser. Upaya ini, semoga dapat meredakan kecemasan warga atas lonjakan harga beras yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sambil menunggu solusi jangka panjang terhadap dampak perubahan iklim yang semakin nyata.