DiksiNasinews.co.id, Solo – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengambil langkah drastis dengan mencabut gelar profesor dari dua guru besar Universitas Sebelas Maret (UNS) di Surakarta, Jawa Tengah, yaitu Hasan Fauzi dan Tri Atmojo. Keputusan ini telah menuai perdebatan dan perlawanan dari kedua professor tersebut, yang sebelumnya menduduki posisi penting dalam UNS.
Pensiun Dini
Pencabutan gelar profesor tersebut juga berdampak pada pemaksaan pensiun mereka sepuluh tahun lebih cepat. Hasan Fauzi, salah seorang yang dicabut gelarnya, mengungkapkan bahwa pencabutan tersebut terkait dengan pelaporannya mengenai dugaan korupsi sebesar Rp57 miliar yang terjadi di UNS.
Hasan Fauzi menjelaskan, “muncul dugaan melanggar disiplin dan melakukan penyalahgunaan wewenang. Jika melanggar, disiplin yang mana? Sedangkan yang kami lakukan adalah tugas MWA, kalau berkaitan dengan tugas profesor dan akademik kami tidak ada masalah. Jadi ada ketidak sambungan antara tugas kami sebagai MWA, terkait dengan kinerja.”
Upaya Menutupi Korupsi
Selain pencabutan gelar, Hasan Fauzi juga merasa bahwa terdapat upaya untuk menutupi dugaan korupsi tersebut dan bahwa ada tindakan yang merugikan terkait masalah ini. Namun, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim tetap mempertahankan keputusannya. Jum’at, (21/07/2023).
Pada saat Hasan Fauzi dan Tri Atmojo mencoba mengungkap kasus korupsi senilai Rp57 miliar yang melibatkan UNS, rektorat ternyata telah melaporkan perilaku indisipliner dari mereka. Mereka membagikan laporan tersebut kepada Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim. Akibatnya, pencopotan gelar profesor mereka, terjadi pada 26 Juni 2023 dan resmi berlaku sejak 1 Agustus 2023.
Turun Level
Hasan Fauzi Tri Atmodjo Kusmayadi, turun ke tingkat struktur akademik yang menjadi dua level di bawah, yaitu sebagai tenaga pengajar yang pensiun pada usia 58 tahun, berbeda dengan persyaratan usia 70 tahun untuk profesor. Namun, mereka tetap mempertahankan bahwa pencopotan gelar profesor mereka terjadi secara sepihak.
Keputusan ini telah menjadi perdebatan di dunia pendidikan tinggi dan memunculkan pertanyaan tentang independensi akademik dan peran pemerintah dalam melindungi whistleblower yang berusaha mengungkap dugaan korupsi di lembaga pendidikan tinggi.
“Ada hal besar di balik semua hal terkait korupsi itu,” katanya.
Kontroversi ini belum menemui titik terang dan akan terus menjadi sorotan dalam beberapa waktu ke depan.