Diksinasinews.co.id, PIALA DUNIA – Pertandingan piala dunia antara Iran yang akan menghadapi Amerika Serikat (AS) dalam laga terakhir grup B akan tersaji dengan tensi yang berbeda.
Selain menentukan siapa di antara kedua tim yang lolos ke fase 16 besar, politik dalam negeri kedua negara juga menjadi latar belakang yang tak bisa semua orang tampik. Pastinya membuat laga yang akan digelar ini makin panas. Pertandingan ini dijadwalkan kick-off Rabu, 30 November 2022, jam 02:00 WIB, di Thumama Stadium.
Sempat beredar unggahan kontroversi pada 25 November 2022, akun Twitter tim nasional sepakbola laki-laki Amerika Serikat (USMNT) mengunggah foto bendera Pangeran Persia tanpa lambang Republik Islam (perisai yang membentuk lafal Allah). Mereka mengklaim ini adalah bentuk dukungan terhadap para perempuan Iran yang sedang memperjuangkan hak asasi manusia.
Dengan mengutip pasal 13 peraturan FIFA soal diskriminasi, Federasi Sepakbola Iran mengirim surat protes pada FIFA. Mereka meminta Amerika mendapat hukuman dengan larangan sepuluh kali bertanding.
Sebagai informasi pasal 13 itu berbunyi: “Siapa pun yang menyinggung martabat atau integritas suatu negara, seseorang atau sekelompok orang, akan terkena sanksi skorsing yang berlangsung setidaknya sepuluh pertandingan atau periode tertentu, atau tindakan disipliner lain yang sesuai”.
Politik dalam negeri
Iran memang sedang dilanda politik ketidakstabilan pasca kematian Mahsa Amini. Kepolisian Iran menangkap perempuan 22 tahun itu lantaran polisi menganggap ia melanggar aturan dalam pemakaian jilbab dan pakaian longgar.
Pasca penangkapan, kabar miring mencuat bahwa pihak kepolisian menyiksa Amini, dan kemudian Amini pun meregang nyawa lantaran mendapat penyiksaan oleh pihak kepolisian setelah sempat koma selama tiga hari.
Akan tetapi pihak yang berwajib menyangkal bahwa penyiksaan itu bukanlah penyebab kematiannya. Pembelaan mereka bahwa meninggalnya Amini akibat terkena serangan jantung.
Sontak kabar malang yang terjadi pada Amini membuat banyak protes bahkan perlawanan menuntut kesetaraan bergejolak di beberapa kota. Kewajiban memakai jilbab dan pakaian longgar dari aturan otoritas Iran menurut para pengunjuk rasa sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan dan kesetaraan.
Pertandingan Piala Dunia 2022 pun menjadi ajang unjuk rasa dari para pemain maupun suporter Iran. Sebelum bertanding melawan Inggris, pemain Iran tidak menyanyikan lagu kebangsaan.
“Mereka harus tahu bahwa kita bersama mereka dan kami mendukung mereka. Kami bersimpati dengan mereka terkait kondisi tersebut,” ujar Ehsan Hajsafi, kapten timnas Iran.
Beberapa suporter pun melakukan protes dengan menuliskan kalimat-kalimat perlawanan, seperti “freedom” (kebebasan). Bahkan, ada satu perempuan yang tertangkap kamera mengecat bagian bawah matanya dengan simbol air mata sebagai lambang tangisan darah.
Dilansir dari The Guardian, beberapa suporter bahkan membawa bendera berlambang matahari dan singa. Itu merupakan bendera Iran di masa kepemimpinan monarki pada masa kepemimpinan Shah Mohammad Reza Pahlevi. Iran di bawah Pahlevi pada waktunitu merupakan Iran yang dekat dengan Amerika.
Kilas balik
Pahlevi merupakan pemimpin monarki Iran terakhir sebelum Ayatollah Khomaeni melakukan revolusi untuk mendirikan Republik Islam Iran pada 1979. Hubungan Iran dan Amerika ketika Pahlevi berkuasa cukup erat, lantaran Amerika membantu Pahlevi menggulingkan Perdana Menteri Iran Mohammad Mossadegh pada 1953.
Selain itu, Iran dan Amerika menandatangani perjanjian kerja sama nuklir untuk kepentingan sipil pada 1957. Program ini adalah inisiasi Presiden Eisenhower yang menyasar tiga negara, yakni Israel, Pakistan, dan Iran.
Hubungan itu berubah ketika Khomaeni berkuasa. Iran memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat dan dengan negara barat secara umum. Amerika, sebagai negara liberal, ingin menancapkan pengaruhnya di mana saja. Sedangkan Iran, yang sudah berubah menjadi negara Islam, juga ingin mengambil sikap yang bebas dengan menerapkan kebijakan non-blok (tidak berpihak kepada satu negara/kubu).
Meski bersitegang, Iran dan Amerika tidak pernah terlibat konflik bersenjata secara langsung. Mereka hanya terlibat dalam Perang Iran-Irak atau perang antara Amerika dan Irak, sebagai upaya perebutan hegemoni di Timur Tengah.
Memori Piala Dunia 1998
Iran dan Amerika Serikat pernah bertemu di babak grup pada Piala Dunia 1998 yang terselenggara di Prancis. Nuansa pertandingan tersebut juga bersuasana politis, yang datang dari hal-hal di luar sepakbola.
Pada saat itu memutar film Not Without My Daughter sebelum pertandingan. Mereka menganggap mencemarkan nama baik Iran, hingga Tim Melli mengancam akan mengundurkan diri dari turnamen.
Film arahan
Suttradara film tersebut Brian Gilbert mengangkat kisah itu dari sebuah novel yang berjudul sama, yang menceritakan seorang perempuan bersama putrinya yang kabur dari perlakuan kasar suaminya yang berasal dari Iran.
Aparat keamanan sudah berjaga ketat sebelum pertandingan. Konon, FIFA mendapat surat ancaman akan mendapat kekerasan yang termapaikan oleh oposisi Iran.
Namun demikian, yang tersaji di lapangan adalah permainan sepakbola. Sebelas melawan sebelas. Iran dengan ujung tombaknya, Ali Daei, dan Amerika Serikat dengan Cobi Jones. Pertandingan itu sendiri berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan Iran. Dua gol Iran dicetak oleh Hamid Estili dan Mehdi Mahdavikia, sementara satu gol Amerika dicetak oleh Brian McBridge. Seusai pertandingan tidak ada pemain yang bersitegang. Mereka justru saling bertukar jersei.
Barangkali para pemain Amerika dan Iran akan kembali saling bertukar jersei di pertandingan nanti.
Eric Wynalda, pemain timnas Amerika dari 1990 hingga 2000, menyebut pertandingan Amerika melawan Iran di Piala Dunia 2022 bukan merupakan urusan politik, melainkan karena The Yankees tidak tahu bagaimana cara meraih kemenangan.
Namun, bukan berarti Wynalda menampik adanya urusan politik, terutama di kubu Iran. “Pukulan terbesar di wajah yang bisa kita berikan kepada rezim Iran saat ini adalah dengan mengalahkan mereka di pertandingan nanti,” tulis pencetak 34 gol bagi Amerika itu dalam sebuah esainya di Guardian.
Sementara itu, Ali Daei bersikap berbeda. Ia menolak datang ke Qatar sebagai bentuk solidaritas kepada pada pemrotes. Di akun Instagramnya, pencetak 109 gol untuk timnas Iran itu menulis, “Saya menolak undangan FIFA dan Federasi Sepakbola Qatar untuk menghadiri Piala Dunia bersama istri maupun anak perempuan saya. Saya lebih suka berada di Iran dan menunjukkan simpati kepada semua keluarga yang kehilangan orang yang kita cintai selama ini.”